Wartawan dan LSM Kritisi Menteri Desa, Dugaan Aktor Pembekingan Korupsi Dana Desa.

Jakarta.Infosatelitnews.com–Terkait,Pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Yandri Susanto, yang menuding adanya praktik pemerasan oleh oknum wartawan dan LSM terhadap aparat desa, menuai kritik tajam.

Wartawan dan LSM independen menilai pernyataan tersebut berpotensi mengalihkan perhatian publik dari masalah utama: maraknya korupsi dana desa yang melibatkan kepala desa.

Menurut berbagai wartawan dan LSM yang bersatu dalam mengkritisi pernyataan tersebut, praktik pemerasan tidak akan terjadi jika pengelolaan dana desa dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Sebaliknya, yang kerap terjadi adalah kepala desa justru menutupi laporan keuangan dan mencoba menghindari pengawasan publik.

Kalau anggaran desa dikelola dengan benar dan terbuka, tidak akan ada ruang bagi praktik pemerasan. Justru yang sering terjadi, kepala desa yang korup menutupi laporan keuangan, sehingga celah penyimpangan semakin besar,” ujar salah satu perwakilan wartawan dan LSM, Minggu (2/2/2025).

Kritik semakin tajam ketika pernyataan Yandri Susanto dianggap lebih condong menyalahkan wartawan dan LSM daripada fokus pada pengawasan kepala desa.

Bahkan muncul dugaan bahwa lemahnya pengawasan terhadap dana desa terjadi karena adanya perlindungan dari pihak berwenang.

“Jangan-jangan justru Menteri Desa ini aktor utama dalam korupsi dana desa dan menjadi pembeking bagi kepala desa yang menyalahgunakan
anggaran.

Jika tidak ingin dicurigai, fokuslah pada pengawasan ketat terhadap kades, bukan malah mencari kambing hitam,” tegas salah satu aktivis LSM.

Lebih lanjut, mereka menantang kepala desa untuk lebih berani bersikap transparan dalam penggunaan anggaran.

“Jangan takut kedatangan wartawan dan LSM jika tidak ada yang disembunyikan! Justru
yang sering terjadi, kepala desa yang korup berusaha menyuap oknum wartawan agar kasusnya tidak terbongkar,” tambahnya.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) memberikan hak kepada masyarakat untuk mengetahui penggunaan dana desa.

Namun, banyak Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di desa yang justru menjadi alat untuk menutupi laporan keuangan.

PPID di desa harus benar-benar menjalankan fungsinya, bukan malah ikut bermain dalam praktik korupsi,” kata seorang jurnalis investigasi.

Selain itu, lemahnya peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) juga menjadi sorotan.

Kalau APIP benar-benar bekerja dengan tegas, tidak
akan ada kepala desa yang berani bermain dengan anggaran desa!” tandasnya.

Kebebasan pers merupakan elemen penting dalam demokrasi. Wartawan yang menjalankan tugas jurnalistiknya tidak boleh dijadikan sasaran tuduhan yang tidak berdasar.

Wartawan bukan musuh negara, mereka adalah garda terdepan dalam mengungkap penyimpangan.

Jika pers dikekang siapa lagi yang mengawas dana desa tegas jurnalis senior  Sayangnya, masih banyak wartawan yang mengalami intimidasi atau dikriminalisasi saat mengungkap kasus korupsi.

“Jangan sampai kebebasan pers dibungkam hanya untuk melindungi mereka yang bermain dengan anggaran negara,” katanya.

Untuk memastikan dana desa benar-benar dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, Perkumpulan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) memberikan beberapa tuntutan:

1. Penegakan UU KIP – Desa wajib membuka data keuangan kepada publik secara transparan.

2. PPID yang Berfungsi – PPID harus benar-benar melayani masyarakat dalam memberikan informasi anggaran.

3. APIP yang Independen -Aparat pengawasan internal harus bekerja tanpa kompromi untuk mencegah korupsi.

PPWI juga mendorong masyarakat untuk lebih aktif dalam mengawasi anggaran desa.

“Jika kepala desa tidak mau memberikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), ajukan ke PPID utama di kabupaten atau provinsi. Jika

tetap tidak diberikan, bawa ke sidang Komisi Informasi Publik (KIP)!” seru Bung Fyan, salah satu aktivis PPWI.

Menurutnya, jika transparansi benar-benar ditegakkan, tidak akan ada celah bagi praktik pemerasan maupun penyalahgunaan dana desa.

Dalam memberantas korupsi, semua pihak harus tunduk pada hukum yang berlaku.

PPWI siap menggunakan berbagai regulasi untuk menekan praktik korupsi, di antaranya:

UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi

PP No. 43 Tahun 2018 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi

UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari KKN

PP No. 68 Tahun 1999 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara

“Jangan biarkan pejabat dan pengusaha tertawa di atas penderitaan rakyat! Aturan hukum harus ditegakkan dengan adil tanpa pandang bulu,” pungkas Bung Fyan.

Dengan pengawasan ketat dan transparansi yang terjamin, dana desa diharapkan benar-benar bermanfaat untuk pembangunan dan  kesejahteraan masyarakat, bukan hanya memperkaya
segelintir oknum. (hsRedtiem)

Share:

Array

Komentar:

Berita Lainnya